Liputan-NTT.Com - Kupang,- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Bank NTT yang ramai jadi perbincangan publik, simak penjelasan Praktisi Hukum asal Nusa Tenggara Timur Dr. Semuel Haning, SH.,MH ,C.Me.,C.Parb terkait RUPS dan RUPS-LB.
Kepada Awak Media di Paradoks Cafe pada Jumat, 15/11/2024 Dr. Semuel Haning menjelaskan tentang RUPS dan RUPS-LB PT. Bank Pembangunan Daerah NTT yang sementara ramai diperbincangkan.
“Saya perlu menjelaskan dulu tentang konteks RUPS bahwa sesuai dengan UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah dijelaskan dalam pasal 78,79,80 tentang RUPS tahunan dan RUPS lain-lain. RUPS tahunan adalah satu (1) tahun untuk Dewan Direksi melaporkan progres, perkembangan, kemajuan suatu perusahan yang dipimpinnya. Lalu setelah 6 bulan berakhirnya tahun buku, harus melakukan RUPS. Ketika tidak dilakukan RUPS maka pemegang saham memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris untuk melakukan RUPS dalam jangka waktu 15 ( lima belas hari)”.
Lebih lanjut Dr. Semuel Haning menjelaskan jika Dewan Direksi dan Dewan Komisaris tidak melakukan RUPS maka pemegang saham mengajukan permohonan Kepada Ketua Pengadilan Kelas 1A Kupang untuk melakukan RUPS. Dari Pengaduan tersebut Ketua Pengadilan akan memeriksa seluruh persyaratan-persyaratan dan substansi yang berkaitan dengan sah tidaknya surat permohonan pemegang saham untuk dilakukan RUPS. Jika Ketua pengadilan menjawab permohonan, dan RUPS dilakukan oleh pemegang saham maka itu dinyatakan sah. Kalau tidak sesuai dengan prosedural dan substansi maka Ketua Pengadilan menyatakan RUPS tidak dapat dilakukan.
Putusan pengadilan bersifat final dan inkracht maka sudah jelas, yang dapat melakukan RUPS itu adalah direksi, komisaris, dan pemegang saham berdasarkan permohonan kepada Ketua Pengadilan.
“Terkait fenomena pelaksanaan RUPS dan RUPS-LB dan RUPS lain (RUPS sekuler) biasanya dilakukan oleh pemegang saham dan hal itu dapat dilakukan sewaktu-waktu atau tiap saat. Kapan saja bisa dilakukan, tetapi kadang-kadang pola pikir orang bahwa dilaksanakannya RUPSLB maka terjadi pergantian dewan direksi dan dewan komisaris dan hal ini sah-sah saja tapi perlu saya ingatkan bahwa untuk direksi dan dewan komisaris tidak usah khawatir karena ada payung hukum yang sangat melindungi pemegang saham, direksi dan komisaris. Payung hukum adalah Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)”.
Pemberhentian direksi, dewan komisaris ada aturan sebagaimana pasal 63 juncto pasal 44 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 tahun 2017 menjelaskan pemberhentian direksi atau dewan komisaris jika yang bersangkutan meninggal dan atau kedua telah berakhirnya masa jabatan, diberhentikan sewaktu-waktu. Kalau pemberhentian sewaktu-waktu dalam RUPS LB pemberhentian direksi dan dewan komisaris harus ada alasan yang jelas. Kalau tanpa alasan yang jelas maka itu adalah suatu perbuatan melawan hukum dan dilarang. Maka pihak direksi maupun komisaris yang merasa dirugikan bisa menempuh jalur hukum.
Dr. Semuel Haning mengingatkan kepada pemegang saham agar melakukan kegiatan-kegiatan apapun, termasuk RUPS LB untuk menggantikan direksi maupun dewan komisaris harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan sehingga tidak mencederai hukum.
Terkait substansi dan kewenangan RUPS dan RUPS LB bahwa Direksi punya hak otonomi untuk menyelenggarakan RUPS, seperti yang dijelaskan jika tidak dilaksanakan RUPS maka pemegang saham membuat surat kepada direksi untuk melakukan RUPS dan itu kewenangan. Dalam jangka waktu 15 hari kalau dewan direksi tidak melakukan RUPS maka pemegang saham bersurat kepada Komisaris untuk dilaksanakan RUPS. Pertanyaannya apakah boleh langsung dilakukan RUPS? “Seperti yang saya jelaskan bahwa ini prosedural tidak boleh kita melakukan segala sesuatu non prosedural atau cacat hukum. RUPS kalau tidak dilakukan komisaris maka pemegang saham memohon kepada ketua pengadilan negeri kelas 1A Kupang agar pemegang saham melakukan RUPS atas rekomendasi pengadilan,”.
Ketika ditanya terkait berakhirnya masa jabatan direksi atau komisaris, Dr. Semuel Haning menjelaskan merujuk pada PP NO. 54 tahun 2017 pasal 44 tentang berakhirnya masa jabatan komisaris yang pertama meninggal dunia dan kedua masa jabatan berakhir, kalau masa jabatan sudah berakhir tapi melakukan tanda tangan surat menyurat berdasarkan jabatan, maka itu merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang tidak dibenarkan. Kalau sudah habis masa jabatanya tidak boleh dan tidak berwenang melakukan tanda tangan apapun, kecuali ada perpanjangan masa jabatan.
Diperpanjang masa jabatan artinya memperpanjang status sebagai pejabat dan memperpanjang status hukumnya. Perpanjangan masa jabatan ada namanya RUPS lain-lain yakni RUPSLB termasuk RUPS Sekuler, perpanjang masa jabatan direksi dan komisaris ada pada pemegang saham karena pemegang saham dapat mempercayai kepada siapa sesungguhnya orang yang dipercayakan dan harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham.
“Saya sarankan kalau masa jabatan sudah berakhir atau diperpanjang, jika melakukan segala sesuatu harus prosedural agar tidak mencederai hukum dan mengorbankan PT. BUMD NTT.
Terkait adanya muatan politik dalam pelaksanaan RUPS dan RUPS-LB Bank NTT Dr. Semuel Haning menjelaskan soal ada muatan politik atau tidak mari berjalan pada koridor hukum, hukum diatas segala-galanya bukan politik di atas segalanya. Sah-sah Saja tetapi sepanjang tidak ada bukti atau data pendukung jangan berkomentar tentang adanya kepentingan politik seseorang. Ingat itu juga merupakan pencemaran nama baik dan pemfitnahan sehingga tidak boleh ada hal-hal seperti itu. (*).