Liputan-NTT.Com - JAKARTA,- Pemegang Saham Seri B Bank NTT, Amos Corputy menolak dengan tegas masuknya Juvenile Djojana sebagai anggota Tim Assesor Calon Komisaris (Komisaris Utama dan Komisaris Independen) bank NTT. Alasannya, karena selama menjadi Komut Bank NTT Juvenile dinilai gagal menjalankan tugas pengawasan terhadap direksi bank NTT. Akibatnya, kinerja keuangan bank NTT selama kepemimpinan Alex Riwu Kaho sebagai Dirut Bank NTT terus turun selama empat tahun berturut-turut.
Hal itu disampaikan Amos Corputy melalui sambungan telepon selulernya kepada media ini pada Sabtu malam, 23 November 2024 terkait Lelang jabatan Dewan Komisaris Bank NTT oleh Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) Bank NTT.
“Juvenile dipecat dari jabatan Komisaris Utama Bank NTT pada RUPS LB bank NTT 8 Mei 2024 lalu, karena kinerja pengawasannya sangat buruk. Dia tidak mampu awasi kinerja Direksi sehingga kinerja keuangan bank empat tahun berturut-turut turun drastis. Orang yang dipecat dari Komisaris kok dipakai jadi Tim Assesor untuk seleksi Dewan Komisaris bank NTT? Ni mau bikin bank NTT jadi apa?” kritiknya.
Menurut Amos Corputy, selama menjabat Komut Bank NTT, ada indikasi Juvenile Djojana banyak mengintervensi kerja direksi, yang diduga menguntungkannya secara pribadi. Misalnya terkait SK Dewan Direksi Nomor: 01.A tanggal 14 Mei tahun 2020 tentang Penetapan Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatutan PT. BPD NTT, dengan jumlah honor Rp20 juta/hari untuk assessor eksternal dan Rp10 juta/hari untuk assessor dari internal bank NTT.
Saat itu, lanjutnya, Juvenile Djojana selaku Anggota Komisaris bank NTT menjadi anggota tim seleksi (assessor) calon pejabat di lingkungan Bank NTT, sehingga diduga turut menetapkan jumlah besaran nilai honor tersebut, yang berdampak kepada dirinya sendiri.
SK tersebut ditandatangani oleh Frans Ghana sebagai Komisaris Independen/Ketua KRN tanggal 14 Mei 2020 dengan segala biaya yang timbul akibat SK tersebut dibebankan kepada Bank NTT. Padahal seharusnya Komisaris tidak boleh mencampuri operasional bank, termasuk menguji calon Kadiv dan Pimcab. Yang menguji seharusnya Direksi atau lembaga independen.
“Apalagi sampai dibayarkan honor sebesar Rp20 juta/hari. Hal ini tidak sesuai dengan GCG bank dan malah merugikan keuangan bank,” kritiknya lagi.
“Jadi, dia kita nilai termasuk orang yang merusak bank NTT. Lalu hari ini dia kembali jadi tim assessor Dewan Komisaris. Ini sudah tidak benar. Bank NTT akan hancur kalau prakteknya begini. Pak Pj Gubernur apakah sadar dan tahu ini?” tambahnya.
Komentar senada disampaikan Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia, Gabriel Goa. Menurutnya, Juvenile Djojana sangat tidak layak menjadi anggota tim assessor Dewan Komisaris Bank NTT, karena dinilai memiliki rekam jejak buruk selama jadi Komut Bank NTT.
Catatan buruk itu terkait tidak tegasnya sikap Juvenile menindaklanjuti rekomendasi BPK RI (tahun 2020, red) terkait kasus pembelian MTN Rp50 Miliar Bank NTT tahun 2018 yang merugikan bank NTT senilai Rp60,5 Miliar bank NTT.
Rekomendasi temuan BPK RI yaitu Pemegang Saham atau Komisaris Bank NTT memberi sanksi keras kepada Kadiv Treasury (saat itu Alex Riwu Kaho, red). Seharusnya Juvenile selaku Komut Bank NTT melaksanakan rekomendasi BPK RI itu, tetapi malah mengusulkan ARK sebagai Dirut Bank NTT.
“Rekomendasi BPK itu adalah memberi sanksi keras kepada mantan Kadiv Treasury Alex Riwu Kaho yang saat itu adalah Direktur Dana. Bukannya memberikan sanksi keras, Juvenile malah merekomendasikan Alex Riwu Kaho sebagai Dirut Bank NTT. Kasus MTN saat ini sedang dalam proses di Kejati NTT dengan status hukum Penyidikan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut pegiat anti korupsi itu, Juvenile diduga membiarkan bahkan menutupi laporan pegawai marketing Bank NTT Cabang Waingapu yang menjadi korban pelecehan seksual oknum pejabat di bank NTT.
Sebagai Komisaris Bank NTT, seharusnya Juvenile merespon laporan tersebut, tetapi malah membiarkan saja, tanpa tindakan apapun. Padahal kasus tersebut sempat viral di medsos dan mencoreng nama bank NTT.
Hal lain yaitu terkait kasus penarikan panjar Rp1,5 Miliar bank NTT tahun 2022 oleh Kadiv Corsec Bank NTT diduga atas perintah lisan Dirut Bank NTT saat itu. Juvenile Jodjana selaku Komisaris Bank NTT saat itu dinilai membiarkan saja penyimpangan tersebut.
“Panjar itu sudah dua tahun ini tak dapat dipertanggungjawabkan dan menjadi temuan BPK dan OJK, dan dalam temuannya, OJK menyebut ini sebagai indikasi tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Jadi, lanjut Gabriel, jika empat tahun lebih sebagai Komut, Juvenile tak mampu menjalankan tugas pengawasan terhadap kinerja direksi sehingga kinerja keuangan bank NTT merosot, maka tidak ada alasan bagi pemegang saham untuk memasukan Juvenile Djojana sebagai tim assessor Dewan Komisaris Bank NTT.
“Dirinya sendiri gagal jadi pengawas bank NTT. Lalu bagaimana dia bisa menjadi Assesor atau penguji dan penilai bagi calon Dewan Komisaris. Saya setuju dengan suara kenabian Pemegang Saham seri B bank NTT yang menolak Juvenile masuk tim assessor calon dewan komisaris bank NTT,” tegasnya.
Komisaris Independen Bank NTT, Frans Ghana yang dikonfirmasi awak tim media ini via pesan WhatsApp/WA pada Sabtu, 23 November 2024 pukul 21:22 WITA terkait masuknya Juvenile Djojana dalam keanggotaan tim Assesor tidak menjawab, walau telah melihat dan membaca pesan konfirmasi wartawan.
Frans Ghana baru menjawab di hari Minggu, 24 November 2024 tetapi hanya berupa ucapan selamat Hari Minggu tanpa menjawab pertanyaan konfirmasi wartawan. “Selamat hari Minggu Tuhan Yesus memberkati kita sekalian dan seisi rumah,” tulis Frans Ghana.
Frans Ghana sejak munculnya ragam kritik public terkait proses hingga pelaksanaan RUPS LB Bank NTT tanggal 16 November 2024 yang diduga sarat maladministrasi, selalu bungkam alias diam seribu bahasa ketika dikonfirmasi media untuk dimintai klasifikasinya, selaku Komisaris Independen Bank NTT.
Untuk diketahui, informasi yang dihimpun tim media ini dari sumber sangat layak dipercaya, Tim Assesor untuk Calon Dewan Komisaris Bank NTT yaitu Frans Ghana, Staf Ahli Pj Gubernur NTT selaku PSP bank NTT dan Juvenile Djojana. Sedangkan tim Assesor untuk Calon Komut Bank NTT yaitu Frans Ghana, Staf Ahli Gubernur NTT dan Prof. Fred Benu.
Seperti diberitakan tim media ini sebelumnya (23/11), Pemegang Saham Seri B Bank NTT, Amos Corputy, mengingatkan Penjabat (Pj) Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto, dan Ketua Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) Bank NTT, Frans Ghana untuk tidak terburu-buru memaksakan proses lelang jabatan Dewan Komisaris (Komisaris Utama dan Komisaris Independen) serta Direktur Utama (Dirut) Bank NTT.
Menurutnya, lebih bijaksana untuk menunggu hingga selesainya Pilkada serentak di NTT, yang hanya tinggal lima hari lagi. Jangan paksakan proses lelang jabatan yang terkesan dipaksakan di tengah situasi politik yang sudah memanas menjelang Pilkada.
"Seharusnya tunggu Gubernur NTT yang baru, karena itu Penjabat Gubernur dan Pak Frans Ghana jangan paksakan kehendak," tegas Amos.
Ia menambahkan, setelah tanggal 27 November 2024, akan dilantik Gubernur NTT yang baru, sehingga semua keputusan terkait lelang jabatan Dewan Komisaris dan Dirut Bank NTT kemungkinan akan berubah sesuai kebijakan Gubernur yang baru, yang juga menjabat sebagai PSP (Penanggung Jawab Sementara) Bank NTT.
Selain itu, Amos juga mempertanyakan keputusan tidak dilantiknya Kosmas Lana sebagai Komisaris Utama Bank NTT meskipun telah disetujui dalam RUPS LB Bank NTT pada 8 Mei 2024 dan lulus fit and proper test oleh OJK.
"Komisaris Utama sudah disetujui OJK kenapa tidak dilantik? Sertifikasi sudah, tes fit and proper dari OJK sudah dan lulus. Kenapa tidak dilantik malah lelang jabatan baru lagi?" kritik Amos.
Mantan Dirut Bank NTT itu menilai, langkah yang diambil Penjabat Gubernur dan Frans Ghana tidak memperhatikan saran dan kritik publik, termasuk DPRD NTT, terkait proses lelang jabatan yang terkesan dipaksakan dalam situasi politik yang sensitif menjelang Pilkada serentak.
"Penjabat Gubernur sepertinya tidak mendengar baik dari semua pihak. Dia hanya mendengarkan apa yang dikatakan Frans Ghana. Jadinya kacau seperti ini. Silakan dilakukan, tetapi setelah Gubernur baru dilantik, semuanya pasti akan berubah," ujar Amos. (*)