Liputan-NTT.Com- Kupang,- Tercatat Brigjen TNI Simon Petrus Kamlasi membangun 320 titik pompa hidram menggunakan Dana pribadi. Apa lagi ada bantuan dana pemerintah pusat, SPK pastikan NTT mengalir dengan air. Pompa hidram terbanyak di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur. Terhitung mulai sejak tahun 2013 hingga saat ini. 80 titik sementara dibangun jadi total di NTT 400 titik yang terbagi di seluruh NTT.
Demikian disampaikan oleh Brigjen TNI Simon Petrus Kamlasi pada Kamis, (24/10/2024) pagi di bilangan Kota Kupang.
““Ingat lho TNI Manunggal Air ini murni ide dari saya dan kemudian di support berbagai pihak. Ketika nanti kita dipercaya memimpin, tentu itu akan diperbesar lagi,” tegas SPK sapaan akrabnya.
Menurutnya, air adalah biang masalah di Provinsi NTT. Jangankan untuk pertanian, masyarakat masih sangat sulit mengoptimalkan sumber daya air yang ada karena mereka minim akses teknologi. Sehingga dia pun mulai bergerak, masuk keluar kampung untuk mengoptimalkan sumber daya air yang ada secara mandiri/inisiatif sendiri, beber SPK.
“Memulainya sejak tahun 2013 lalu dan hampir 10 tahun (hingga 2021) dia bergelut dengan medan yang berat juga dengan pembiayaan secara mandiri. Selama kurun waktu itu, Simon Petrus Kamlasi berhasil membangun 320 titik pompa hidram yang tersebar luas di Provinsi NTT dan beberapa di daerah lain,”.
Seluruhnya hadir atas inisiatifnya sendiri, tidak menggunakan dana pemerintah.
“Jumlahnya ada 320 titik, bisa dicek ada dimana-mana, Kabupaten Kupang, Sumba, Flores juga ada beberapa. Nah setelah mendapat rekor MURI barulah pemerintah pusat ikut berkontribusi dengan menambah 80 titik,”jelas Kamlasi.
Menurut SPK, Pemerintah melalui PUPR kemudian ikut berkontribusi dengan melakukan kerjasama swakelola pada tahun 2021-2022. Lalu pada tahun 2023 sampai dengan saat ini inovasi pelayanan publik pemenuhan air bersih tersebut kembali dilakukan secara mandiri dan separuhnya ada penyertaan program BNPB.
“Mandiri karena sumber anggarannya inisiatif sendiri, dan tidak bersumber dari pemerintah. Datanglah CSR juga masih kategori mandiri karena bukan anggaran pemerintah. Sedangkan BNPB juga gabung karena krisis. Jadi sekarang ada yang masih sumber anggarannya mandiri, ada yang BNPB. Tidak semuanya bantuan pemerintah,”tegas Kamlasi.
SPK menambahkan pada tahun lalu sampai sekarang juga programnya berjalan ada yang dibiayai secara mandiri. “BNPB juga masuk karena sifatnya krisis. Ketika kepala daerah menyatakan ada krisis air bersih dan ada ketetapan dari BNPB maka BNPB mengeluarkan anggaran-anggaran yang sifatnya emergency. Itu yang kita tambahkan, tegas SPK.(*).