Liputan-NTT.Com- Kupang,- Hidup adalah perjuangan. Sebuah ungkapan kuno yang masih relevan hingga kini. Maksudnya adalah setiap makhluk hidup terutama manusia, harus berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Siapa yang gigih berjuang akan bertahan hidup. Sementara mereka yang tunduk pasrah pada situasi yang sulit akan tersingkir dari persaingan atau bahkan secara ekstrim, bisa mati.
Mereka yang berjuang dalam bentuk apapun sering disebut pejuang dan pantas mendapat upah. Namun, banyak fakta yang menyedihkan bahwa tidak semua pejuang mendapatkan penghargaan atau upah yang pantas. Banyak kali perjuangan mereka justru dinikmati oleh orang lain tanpa penghargaan yang pantas atas pencapaian itu. Ulasan singkat ini adalah cara penulis memaknai Hari Kesaktian Pancasila, dimana Soekarno (Bung Karno) Sang Proklamator Kemerdekaan bangsa Indonesia berjuang merumuskan ideologi ini.
Ajakan Sahabat untuk Selundupkan Bung Karno
Ada sebuah kisah pada masa pembuangan di Ende Flores. Kala itu ada sebuah kapal yang hendak berlayar ke Surabaya. Beberapa sahabat Bung Karno mengajak Bung Karno untuk melarikan diri. Situasi pelabuhan yang dipadati penumpang sangat memungkinkan hal itu terjadi. Jika saja Bung Karno mengiyakan permintaan para sahabat maka peristiwa penyelundupan itu bisa terjadi.
Namun yang terjadi tidaklah demikian. Bung Karno tetap memilih untuk bertahan di Ende. Banyak waktu dihabiskannya untuk membaca buku dan merenungkan butir-butir Pancasila serta lebih dari itu, Bung Karno ingin hidup bersama rakyat dan melihat dari dekat perjuangan dan penderitaan mereka. Di sini terlihat jelas bahwa Bung Karno menjadi simbol dari pengorbanan untuk mencapai cita-cita bangsa ini daripada menyelamatkan diri sendiri. Salah satu pertimbangan lain mengapa Bung Karno tidak menyerah adalah kemerdekaan tidak akan terjadi jika semua orang yang menjadi tumpuan harapan bangsa, yang menjadi panutan kawula muda berjiwa kecil dan bermental pecundang.
Bung Karno Menggagas Pancasila, Membentuk Empat Serangkai hingga Memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.
Pancasila adalah hasil dari perjuangan Bung Karno. Pada tanggal 29 April 1945, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tujuannya adalah menarik simpati dari masyarakat Indonesia dengan memberikan janji kemerdekaan. Setelah dibentuk, BPUPKI melaksanakan sidang pertama mereka yang berlangsung selama 3 hari yakni pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Dalam sidang ini tepatnya tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan gagasan dasar Negara Indonesia yang saat ini dikenal dengan Pancasila.
Bersama Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan KH Mas Mansyur, Bung Karno membentuk sebuah kelompok yang dinamakan Empat Serangkai. Kelompok ini merupakan kelompok nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan menjalin kerja sama dengan Jepang meskipun kemudian Jepang memanfaatkan kerja sama ini dengan mengeruk kekayaan alam bangsa Indonesia sambil menerapkan kerja paksa (Romusha).
Sebelum mengumandangkan kemerdekaan Indonesia, oleh para pemuda, Soekarno diasingkan ke Rengasdengklok. Alasannya, Bung Karno enggan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah Jepang kalah dari tentara sekutu karena memang Bung Karno juga masih menunggu keputusan dari PPKI. Meski demikian, para pemuda tiada hentinya mendesak Bung Karno. Akhirnya, Bung Karno mengabulkan permintaan mereka.
Bersama Mohammad Hatta, Bung Karno menyusun naskah Proklamasi lalu selanjutnya diketik oleh Sayuti Melik. Naskah ini kemudian ditandatangani oleh Bung Karno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Pejuang Sejati atau Sekadar Penikmat?
Mengingat kembali perjuangan Bung Karno adalah sebuah kewajiban bagi segenap generasi penerus bangsa. Ada cerita tentang godaan untuk menyerah atau berhenti berjuang. Ada juga rayuan untuk lari dari nilai luhur yang diperjuangkan. Tidak ketinggalan juga fakta pengkhianatan oleh para rekan pejuang. Semuanya menjadi cerminan bahwa tidak ada jalan tol menuju sukses. Perjuangan Bung Karno ini juga menjadi ajakan untuk melihat sejauhmana generasi Z telah berjuang memaknai perjuangan para leluhur dan pendiri bangsa ini.
Kenyataan menunjukkan bahwa generasi sekarang adalah generasi yang bermental instan dan malas berjuang. Lebih parahnya lagi ada juga sekelompok kecil yang hanya menikmati hasil kerja orang lain tanpa ada sedikit perasaan bersalah. Budaya malu seakan menjadi slogan yang tidak pernah mnyentuh praktek hidup keseharian dalam masyarakat dalam lingkup yang paling kecil hingga dalam lingkup berbangsa dan bernegara.
Cerita Bung Karno menggagas Pancasila adalah cerita tentang tetesan keringat, air mata bahkan darah seorang pejuang sejati. Menjadi pejuang sejati adalah sebuah keharusan pada zaman ini. Mari kita bunuh mental penikmat sambil berusaha menghidupi dengan penuh kesadaran budaya malu yang nyaris punah.
Salam waras!