Notification

×

Iklan

resellerwhm.com - Hosting Unlimited Murah

Iklan

resellerwhm.com - Hosting Unlimited Murah

Tag Terpopuler

Belum Ada Putusan Hukum Tetap, Praktisi Hukum Imbau Tokoh Agama Tetap Tenang

Sabtu, 01 Juli 2023 | 13.15 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-01T20:15:40Z
banner 325x300

Liputan-NTT.Com - Kupang,- Kasus korupsi Menara Base Transceiver Station (BTS) 4G Menteri Kominfo Johny G. Plate. Sejumlah aliran dana bantuan oleh JGP diklaim sebagai hasil korupsi hingga menimbulkan kecemasan penerima dana, seperti diberitakan di jagat raya.  Praktisi Hukum meminta Kedua Lembaga Agama jangan cemas berlebihan karena belum ada putusan hukum tetap dari Pengadilan.


Demikian disampaikan oleh Praktisi Hukum Dr. Sam Haning, SH., MH.,C.Me di Restoran Palapa pada hari Sabtu, (01/07/2023).


Kasus korupsi Menkominfo Johny G. Plate menguak hingga sejumlah dana bantuan pribadi oleh JGP diduga sebagai dana bantuan hasil korupsi yang diberikan untuk Sinode GMIT dan Yayasan Arnoldus yang menimbulkan kecemasan tersendiri bagi Yayasan dan Sinode sebagai penerima dana, sehingga dana tersebut siap dikembalikan jika terbukti dana hasil korupsi.


Berdasarkan kasus tersebut Praktisi Hukum Dr. Sam Haning, SH.,MH.,C.Me angkat bicara dan menghimbau untuk kedua Organisasi Keagamaan yakni Sinode GMIT dan Yayasan Arnoldus agar tidak cemas dan khawatir berlebihan karena kasus tersebut belum ada ketetapan hukum tetap, jelasnya.


Menurut praktisi hukum yang akrab disapa Paman Sam tersebut bahwa mengembalikan dana bantuan tersebut belum tentu menghapus hukum pidana karena JGP belum diputuskan bersalah.  Organisasi keagamaan adalah organisasi yang mengutamakan moral dan religius sehingga jika betul JGP memberikan dana bantuan sebagai hasil korupsi maka tentu dana tersebut pasti tidak diterima Yayasan maupun Sinode GMIT, tegas Dr. Sam.


"Undang-Undang No. 31/1999 Jo UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur dalam Pasal 12B, sistem pembalikan beban pembuktian terbatas atau tidak murni yaitu pembuktian terbalik hanya dalam gratifikasi yang mana terdakwa hanya membuktikan asal-usul kepemilikan hartanya yang diduga dan didakwakan," beber Praktisi Hukum Dr Sam Haning itu.


Lanjutnya, tentang korupsi, walaupun dikembalikan uangnya, tidak menghapus tindak pidana korupsi dan pasal digunakan untuk mendakwa tersangka adalah ambigu karena tindak pidana korupsi seringkali dilakukan oleh para pelaku untuk memperkaya diri dan ada kerugian keuangan negara. Jadi secara hukum tidak dibenarkan karena pasal yang diterapkan adalah pasal yang ambigu, katanya.


Sam Haning meminta kedua organisasi keagamaan yakni pihak Yayasan Arnoldus dan Sinode GMIT untuk tidak boleh kuatir berlebihan karena proses pemeriksaan masih berjalan, masih ada keterangan saksi yang lain dan keterangan terdakwa. Terdakwa saja belum terbukti bersalah, masa pihak penerima sudah mau kembalikan, dana yang diterima belum tentu dana korupsi karena dana yang diberikan adalah dana pribadi, kata Mantan Kominfo itu, jelasnya.


Ketentuan ini menjadi jaminan bagi seseorang yang sedang dalam proses peradilan pidana dan disebut dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Asas praduga tak bersalah ini wajib diterapkan sebelum ada putusan pengadilan terkait kesalahannya dan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.


"Mengenai aliran dana yang diberikan kepada kedua organisasi ini saya pikir ini sesuatu yang tidak salah karena orang yang menerima yakni Yayasan dan Sinode dimana menerima tidak tahu bahwa ada persoalan hukum nantinya, tapi ketika tahu dan menerima dana tersebut tentu salah. Namun mereka tidak tahu, apalagi ini organisasi moral, kerohanian tidak mungkin dilakukan,".


Sesuatu bisa menjerat orang ketika ada niat orang untuk melakukan suatu tindak pidana. Jadi Dr. Sam sangat mengharapkan kepada pihak GMIT maupun Yayasan untuk tidak khawatir karena proses pemeriksaan masih berjalan.


"Saya pikir tidak perlu ada yang ditakuti, kecemasan dan ketakutan yang berlebihan Karena pelaku juga belum dinyatakan bersalah apalagi penerima bantuan tentu tidak bersalah,". (*).



×
Berita Terbaru Update